Monday 9 February 2015

Sayonara Esemka, Goodbye Mobil Listrik


Penandatanganan nota kesepahaman antara Proton Holdings Berhad dan PT Adiperkasa Citra Lestari (ACL) di Malaysia Jumat (6/2) begitu istimewa. Presiden Joko Widodo dan PM Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak menyaksikan langsung penekenan MoU yang dilakukan CEO Proton Datuk Abdul Harith Abdullah dan CEO PT ACL Abdullah Mahmud Hendropriyono.

Wajar kalau PM Malaysia hadir karena Proton didirikan mantan PM Malaysia Mahathir Mohammad. Dan Mahathir juga hadir di acara tersebut. Sebaliknya, Jokowi hadir demi mendukung Hendropriyono yang hanya mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Di era Jokowi ini, tokoh yang namanya sering dikaitkan dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir tersebut benar-benar menjadi pria yang beruntung. Menantunya dijadikan komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres). Dan dia kini mendapat akses menjalankan proyek mobil nasional (mobnas). Padahal, selama ini Hendropriyono tidak dikenal sebagai pemain di dunia otomotif. Alamat perusahaannya saja ternyata sebuah kantor notaris.

Benarah kerja sama dengan Proton itu untuk mengembangkan mobil nasional? Menteri Perindustrian Saleh Husin kini sibuk membantah. Tapi, lihatlah tulisan di banckdrop acara MoU tersebut, tertulis besar sekali Indonesia National Car (Mobil Nasional Indonesia). Sudah cukup membohongi rakyat. Kalau memang mau bikin mobnas, akui saja terus terang.

Cuitan di twitter dua hari ini begitu ramai membicarakan mobnas ala Jokowi tersebut. Sebagian besar mengarahkan pertanyaan kepada mengapa Proton? Mengapa Hendropriyono?

Bicara soal mobil nasional, ekspektasi kita tentu adalah mobil karya anak bangsa. Bukan mobil buatan negara lain yang dilabeli merek Indonesia. Ini mirip kasus mobnas di zaman Orde Baru, yakni Timor dan Bimantara Cakra. Pak Harto saja butuh 30 tahun berkuasa untuk memberikan proyek mobnas kepada anaknya, Hutomo Mandala Putra dan Bambang Trihatmodjo. Jokowi hanya butuh tiga bulan berkuasa untuk memberikan proyek mobnas kepada salah seorang anggota tim pemenangannya pada Pilpres 2014. Hebat!

Saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo dan mengngkat mobil Esemka, bayangan tentang mobnas sudah di pelupuk mata. Harapnnya, saat Jokowi jadi presiden, jalan menjadikan Esemka sebagai mobnas lebih mulus. Kenyataannya, jokowi pilih Proton dan pilih Hendropriyono. Esemka ternyata hanay menjadi mobil politik, bukan untuk dijadikan mobil nasional. Bagaimana dengan mobil listrik? Ah sudahlah, esemka saja ditinggalkan, apalagi mobil listrik.

(sumber: Kolom Jati Diri Jawa Pos, Senin 9 Februari 2015, halaman 2)

No comments:

Post a Comment