Thursday 10 December 2015

Gelagat Kemenangan Setnov

Coba kita bertanya: apa sebenarnya jasa besar Setya Novanto (Setnov) buat Republik Indonesia (RI)? Sehingga dia bisa menduduki posisi yang semestinya terhormat di antara para terhormat: ketua DPR RI. Dalam posisi hebat itu pun, dia tidak berhenti "merepotkan" bangsa ini. Kasus yang menyerempet dia sebelumnya dia lewati dengan melenggang lebih perkasa.

Kemarin (7/12) kepada kita juga dipertontonkan betapa "hebat" orang ini. Sidang Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) tentang kasus rekaman Freeport tiba-tiba jadi tertutup. Keraguan yang menggelayuti perjalanan sidang MKD seakan terkonfirmasi. Kemenangan penyeru suara keterbukaan terhenti kemarin. DPR (mereka wakil kita, bukan?) tiba-tiba "membanting pintu" di depan pandangan rakyat.

Kita mesti mempersiapkan diri untuk membetah-betahkan melihat sosok Setnov tetap duduk di kursi ketua DPR sampai tuntas 2019. Kita tetap harus membayari gaji dan segenap tunjangan "kehormatan" pria licin ini. Apa pun kesan kita terhadap moral dan etikanya, di tangannya keputusan-keputusan menyangkut nasib kita, rakyat Indonesia, akan banyak diketuk. Kalau dipikir bisa bikin mulas memang.

Sekali lagi, apa saja Setnov sampai kita harus menguras energi untuk mengurus perkara yang dibuat orang ini? Jasa kepada dapilnya, Nusa Tenggara Timur II, pun patut dipertanyakan. Daerah itu tetap jadi wilayah termiskin. Dalam rekaman panjang yang kini dipersoalkan itu, dia juga tak menyebut-nyebut nasib rakyat Indonesia, apalagi dapilnya. Rakyat Papua juga tak disentil. Yang mencuat malah angan membeli jet pribadi.

Ketika MKD tiba-tiba tertutup, tentu saja kita juga patut bertanya bukankah banyak fraksi di sana. Mengapa semuanya seperti menurut saja ketika pintu keterbukaan tersebut ditutup? Mana sikap tegas ketua-ketua partai yang menaungi anggota-anggota DPR di MKD itu?

DPR belum bisa menjadikan momentum besar ini untuk meninggikan derajatnya. Langkah-langkahnya tetap sering melawan akal waras. Dan, menutup sidang MKD yang sebelumnya terbuka, tak bisa diharapkan ini jadi keganjilan terakhir. Logika Setnov, dalam keterangan tertutup itu, bisa saja akan diamini MKD. Intinya, Setnov meminta pengaduan kasus tersebut ditolak dengan berbagai kilah.

Semestinya, untuk kasus segamblang Setnov ini, solusinya sederhana dan tak merepotkan. Yakni, Setnov mundur! Karena gelagat pelanggaran etiknya seterang tengah hari. Itu memang mungkin terjadi di negara maju, yang beretika maju pula. Tapi. mengutip perkataan KH Salahuddin Wahid. "Itu kan di negara maju, Ini kan negara mundur".

(Kolom Jati Diri Jawa Pos, Selasa 8 Desember 2015)

No comments:

Post a Comment