Thursday 11 June 2015

Maafkan Kami, Angeline


Kasus kematian Angeline sungguh meruntuhkan hati. Kami, orang-orang dewasa, merasa ditampar. Sedih sekaligus malu. Tidak pernah terpikir bagaimana hal itu bisa terjadi di negara yang senantiasa mengklaim warganya ramah dan sopan.
Tragis membayangkan nasib yang dijalani bocah cantik tersebut. Saat lahir, orang tuanya sudah menganggapnya sebagai beban dan merelakannya diadopsi. Angeline lalu dijadikan anak angkat oleh seorang pria bule yang meninggal tiga tahun lalu.
Cerita kehidupan Angeline setelah itu mungkin lebih dramatis daripada script sinetron paling lebay sekalipun. Menurut pengakuan guru dan tetangga, Angeline diperlakukan tidak seperti anak pada umumnya. Dia harus memberi makan ratusan ayam dan berjalan ke sekolah sejauh 2 km sampai tubuhnya selalu kotor sehingga membuat bu guru tergerak untuk mencuci rambutnya.
Polisi akhirnya menemukan bahwa Angeline meninggal secara tidak wajar. Ada luka bekas sundutan rokok dan bekas-bekas lain yang menunjukkan kekejaman yang diterima bocah 8 tahun tersebut. Rasanya tidak bisa membayangkan jiwa semungil itu menerima perlakuan sadis.
Peristiwa tersebut menyodorkan fakta yang sangat memprihatinkan. Ada sesuatu yang salah dengan lingkungan. Memang, banyak aturan dan UU terkait dengan perlindungan anak. Tetapi, kasus-kasus memprihatinkan soal anak ternyata masih saja terjadi. Selain Angeline, baru-baru ini ada kasus penelantaran lima anak oleh orang tuanya di Cibubur.
Lingkungan sosial, tampaknya, tidak mampu membela anak-anak dari kejahatan orang-orang yang seharusnya melindungi mereka. Apa langkah tetangga ketika melihat Angeine yang menurut mereka dididik dengan begitu keras sehingga terkesan tertekan itu? Memang, mereka tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Nanti dipikir ikut campur urusan domestik. tetapi, semua memiliki batas-batas dan hal itu harus disadari.
Bagaimana dengan negara? Setelah kejadian, polisi patut diacungi jempol karena bisa mengungkap kasus tersebut, meski masih banyak pertanyaan. Namun, apa langkah preventifnya? Itulah yang tampaknya hilang harapan.
Kekuasaan kini berada pada fase yang sangat memuakkan. Intrik politik terjadi. Perang antar elite lembaga hanya saling melemahkan, saling menjatuhkan. Bisik-bisik kongkalikong untuk banyak proyek, meributkan tempat kelahiran Soekarno, dan hal-hal menggelikan lainnya. Nyaris abai terhadap kepentingan masyarakat banyak.
Meski sudah terlambat, setidaknya jangan membuat kematian Angeline sia-sia. Harus ada perubahan.
Untuk Angeline, istirahatlah dengan tenang sayang. Maafkan kami, orang-orang dewasa ini, yang gagal melindungimu. Kami berdoa untukmu dan berdoa agar kami diberi kekuatan untuk mampu mencegah terulangnya kekejian seperti yang terjadi padamu.

(Kolom Jati Diri Jawa Pos, Jumat 12 Juni 2015)

No comments:

Post a Comment