Thursday 25 June 2015

Menyaring Informasi Medsos


Dunia media sosial (medsos) memang memudahkan pengguna untuk mencari informasi. Celakanya, kadang kemudahan itu justru kerap disalahgunakan untuk menyebar kebohongan. Sejumlah kabar bohong (hoax) sengaja dihembuskan dengan berbagai macam tujuan. Yang paling keji adalah menghancurkan karakter seseorang.
Kasus terbaru di Indonesia adalah serangkaian kultwit oleh seorang anggota DPD. Dalam kultwit yang dilengkapi foto itu, disebutkan ada satu masjid yang jamaahnya seolah-olah dihalang-halangi Pemprov DKI Jakarta dengan barikade tembok dan kawat berduri untuk beribadah. Untuk efek dramatis, diberi foto anak kecil dengan tembok berduri dan diberi hashtag #GazaInJakarta. Terkesan seperti warga Palestina yang dihalang-halangi ketika hendak beribadah di Masjidil Aqsa.
Belakangan diketahui bahwa masjid tersebut ternyata berada di lahan sengketa antara pengembang dan warga. Yang lebih penting, jalan terbuka lebar. Bagaimana dengan foto-foto yang dramatis tersebut? Ternyata, itu adalah setting-an.
Setelah kabar tersebut diklarifikasi, anggota DPD itu hanya menyatakan bahwa semua itu adalah kiriman konstituennya. Padahal, banyak netizen yang sudah terpengaruh dan siap-siap bergerak untuk menghancurkan blokade tersebut.
Di tingkat internasional, ternyata ada satu kantor berita kecil di Inggris yang gemar mem-posting berita-berita aneh yang belakangan diketahui hoax. Namanya Central European News (CEN).
Pernah dengar tentang seorang perempuan cantik Tiongkok yang berencana berkeliling dunia dan bersedia tidur dengan siapa saja yang bersedia menampung akomodasi di tempat tujuan? Itu adalah karya CEN. Pernah membaca seorang pria yang selamat dari serangan beruang gara-gara ringtone suara Justin Bieber? Itu juga tulisan CEN.
Setelah sejumlah LSM pemantau media internasional menelusuri, ternyata berita-berita itu adaah hoax belaka. Padahal, peredarannya sudah begitu luas, terutama melalui news feed di Facebook.
Tidak bisa diverifikasi. Ketika tempatnya didatangi, tidak ada yang pernah tahu kabar seperti itu. Resepnya sederhana. Mendapat ide berita ngawur, cari lokasi yang sulit diverifikasi, diberi ilustrasi foto setting-an, maka jadilah.
Bisa ditebak, motivasinya adalah menjual sensasi. Berita-berita seperti itulah yang kemudian laku dibaca netizen. Buktinya, CEN sempat dibanjiri pesanan berita dari media-media mainstream.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa perlu upaya ekstra untuk memfilter informasi yang beredar di media sosial. Banyak orang yang bisa mengakses tanpa verifikasi atas berita tersebut.
Karena itu, sebaiknya lebih berhati-hati untuk tidak langsung percaya dan langsung mengecam atau meyakini sebuah kabar tertentu di media sosial. Bisa saja berita tersebut adalah hoax.

(Kolom Jati Diri Jawa Pos, Jumat 26 Juni 2015)

No comments:

Post a Comment