Sunday 4 December 2016

Bisnis Tas Kulit Lokal Gammara


Sejak kecil, saya, Aditya Lugina (28) sudah akrab melihat koleksi tas kulit ayah saya. Ayah memang pencinta tas kulit. Saya ‘ketularan’ menyukai tas kulit dari Ayah yang memang punya ‘sense’ pada desain unik. Pada tahun 2010, saat masih sibuk dengan kuliah saya di jurusan Farmasi Universitas Padjadjaran, Bandung, saya malah mencari informasi untuk mendapatkan bahan kulit yang bagus.
Saat itu saya dibantu kekasih, Anwar Syafrani, yang kini sudah menjadi suami, untuk memilih pabrik penyamakan kulit dengan hasil prima. Kulit yang prima bisa dilihat  dari coraknya yang bagus dan tak ada goresan maupun lubang, sehingga mudah diaplikasikan pada pola desain. Itulah ‘modal’ dasar saya untuk bisa menciptakan produk berkualitas baik. Dengan modal awal Rp2,5 juta, kami pun belanja kulit yang sudah disamak dari pabrik-pabrik pilihan hasil survei di Tangerang, Cianjur, dan Surabaya.

Kami belajar tentang produksi kulit dan bisnis secara autodidak saja. Awalnya, kami belum memiliki mesin dan workshop sendiri sehingga harus menitipkan bahan ke perajin lain. Namun, cara itu cukup berisiko karena mereka juga mengerjakan pesanan orang lain, sehingga kami tak bisa memesan banyak dan tak bisa mengontrol kualitas produk.

Pada tahun 2012, kami memberanikan diri membuka workshop, meski hanya dibantu oleh seorang perajin terbaik. Secara rutin kami meningkatkan keterampilan perajin dengan edukasi tambahan yang kami pelajari dari berbagai sumber. Kini kami memiliki 7 perajin, seorang pengawas produksi, dan asisten. Dengan tim itu, kami bisa memproduksi 250-400 tas dalam sebulan dan rata-rata laku 70 persen. Harga produk tas Gammara sekitar Rp2.500.000.

Untuk pemasaran, kami punya butik di Cigadung, Bandung, lewat media sosial, dan rajin ikut pameran. Gammara paling banyak terjual lewat pameran. Di event ini  juga kami mendapat pembeli dari Taiwan, Dubai, dan Prancis yang sudah menjadi klien kami sejak tahun 2014. Taiwan menjadi negara pertama yang menjual produk kulit Gammara di luar Indonesia. Pesanannya memang tidak banyak, hanya sekitar 2 lusin per bulan. Tapi, kami bangga karena produk kami berhasil memenuhi standar untuk ekspor.

Kunci utama kami dalam memosisikan Gammara di industri kerajinan kulit adalah kualitas dan kerapian. Kualitas bahan baku, mulai dari benang hingga kulit, kami kontrol sesuai standar. Kemudian, untuk membuat produk lebih awet di tangan konsumen, kami selalu mengedukasi mereka secara lisan mengenai cara menyimpan dan merawat produk kulit setelah pembelian. Agar awet, produk kulit tidak boleh dicuci dan perlu diangin-anginkan secara berkala agar tidak berjamur, musuh utama kulit. Berikan lotion khusus untuk menambah kadar kelembapan kulit tas sehingga tidak keras dan kaku. Kami juga menjamin after sales service, seperti perbaikan tali, jahitan, dan ritsleting secara gratis seumur hidup.  

Target pengembangan usaha kami dalam 5 tahun ke depan yaitu menambah kapasitas produksi dan sumber daya manusia agar produk Gammara mudah dijangkau di seluruh wilayah Indonesia. Tantangannya ada pada jasa pengiriman, apalagi produk kami tidak bisa dimampatkan sehingga volumenya besar. Kami masih mencari solusi untuk hal itu.

Tip bisnis:
  • Jangan ragu memasukkan katalog dan company profile ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Kementerian Perindustrian atau Kementerian Perdagangan. Ketika ada pelatihan atau pameran yang cocok dengan produk, produk Anda bisa diikutsertakan di dalamnya.
  • Sertakan asal-usul Anda dalam membangun citra dan produk, misal nama Gammara kami ambil dari bahasa Makassar, Sulawesi Selatan, kota asal suami, yang berarti bagus dan indah. Produk-produk Gammara hampir seluruhnya menggunakan nama yang diambil dari daerah yang ada di Sulawesi Selatan, seperti Segeri, Takalar, atau Cenrana. Unsur lokal yang kami selipkan di  tiap produk ternyata membuat pembeli lebih penasaran. Cara ini jadi jembatan untuk membangun relasi yang baik dengan pembeli.

sumber: wanitawirausaha.com

1 comment: