Monday 5 December 2016

Gazan Azka Ghafara: Zanana Chips


Muda dan tidak mencicipi bangku kuliah bukan halangan untuk sukses. Pada usia 21 tahun, Gazan Azka Ghafara membuktikan bahwa kesuksesan bisa diraih dengan kreativitas dan kerja keras.

Antar Produk Untuk Gali Feedback

Gazan menyadari memiliki semangat kewirausahaan sejak masih duduk di bangku SMA. Sejak berusia 166 tahun, Gazan gemar membaca buku tentang kiat-kiat bisnis dan mengikuti seminar motivasi. Tidak seperti anak muda lain yang hobi bongkar pasang onderdil, Gazan menjual motornya seharga Rp. 3,5 juta untuk mengikuti pelatihan menjadi wirausaha.

Beruntung, keluarganya mendukung tekad Gazan. Bukan sekadar training, Gazan pun terjun langsung. Bisnis pertamanya adalah ayam goreng tulang lunak. Bisnis yang dikerjakan bersama seorang kanwannya itu hanya bertahan 13 bulan. "Kami beralih ke bisnis risoles," katanya.

Ketika berjualan risoles, Gazan dan temannya berhasil membuka tiga cabang dalam waktu beberapa bulan saja. Namun, usahanya juga bangkrut karena sang koki tiba-tiba mengundurkan diri. Resep risoles andalan sang koki pun tidak diwariskan. Akhirnya, bisnisnya mandek. Gazan mengakui terlalu berambisi cepat-cepat membuka cabang baru. "Belum sempat membenahi cabang yang satu, sudah mau buka cabang baru lagi," ujarnya.

Tidak mau kapok, Gazan membuka lagi bisnis baru, yakni keripik pisang rasa. Awalnya, pria yang berulang tahun setiap tanggal 27 Juli itu sedang ingin makan keripik pisang cokelat khas Lampung. Gazan memang sangat menggemari camilan khas Lampung tersebut.

Dia lantas menemukan peluang bisnis baru: menyediakan keripik pisang khas Lampung tanpa perlu jauh-jauh pergi ke Lampung. Modal awalnya hanya Rp 1.050.000. Itulah tabungan uang jajan Gazan yang ditambah uang dari tantenya Rp 1 juta. Dengan modal utangan tersebut, Gazan mencoba menggoreng sendiri keripik pisang buatannya. Berkali-kali mencoba, dia sellau gagal mendapatkan rasa yang pas.

"Zanana itu berasal dari nama saya, Gazan, dan banana," ungkap anak kedua di antara empat bersaudara tersebut.

Jumlah keripik pisang yang dia produksi terus bertambah seiring banyaknya permintaan konsumen. Pada bulan pertama, keuntungan yang dia raup hanya cukup untuk ongkos bensin mengantarkan Zanana kepada konsumennya. Gazan, yang mendapatkan motor baru pemberian neneknya sebagai ganti motor yang dijual, sengaja mengirimkan sendiri semua order keripik pisangnya. "Target saya hanya mendapatkan feedback dari konsumen," tuturnya.

Masukan konsumen itu dia jadikan sebagai bagian dari riset pengembangan bisnis.

Usaha Zanana Chips terus berkembang hingga Gazan mampu merekrut karyawan. Kini, dalam sebulan, Gazan mampu memproduksi hingga 25 ribu piece keripik pisang. Produknya juga sudah memiliki berbagai varian, bukan hanya rasa cokelat. Selain pasar domestik, Gazan mempunyai reseller di beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, Jepang, dan Mesir.

Selain menjadi pengusaha keripik pisang, Gazan kini aktif menjadi pembicara di seminar-seminar kewirausahaan dan dosen tamu.
 
Bulan lalu gazan juga memenangi kompetisi wirausaha Diplomat Success Challenge dan berhasil menggondol modal usaha Rp 500 juta. "Tahun lalu yang menang kompetisi itu orangnya S-3 di Jerman. Saya juga S-3 sih, tapi SD, SMP, dan SMA," candanya.

Tak Boleh Salahkan Orang Lain

Berbisnis keripik pisang seperti yang dilakoni Gazan bukannya tanpa kendala. Awalnya, Gazan menemui kesulitan dalam proses produksi. Keripik pisang yang sudah digoreng tidak mau menyatu dengan cokelat bubuk yang dia bubuhkan.

Gazan juga sempat kesulitan mendapat pasokan pisang saat Ramadan dan Idul Fitri. Bukan hanya itu, Gazan juga sempat bermasalah dengan supplier dan distributor. "Harga semua pelajaran" yang didapat dari peristiwa-peristiwa itu puluhan juta rupiah. Namun, lesson learned yang dia dapat dari dinamika bisnis tersebut membuat kedewasaan bisnis Gazan makin tertempa.

Pengusaha itu tidak boleh menyalahkan orang lain. Harus fokus kepada apa yang kurang pada diri sendiri supaya dia bisa terus belajar," katanya.

Semakin pesat pertumbuhan bisnisnya, Gazan pun mulai menggandeng pengusahha lokal untuk berkolaborasi dalam marketing. Dia, misalnya, menggandeng brand Esgotado untuk membuat produk tas bermotif pisang.

Gazan juga menggandeng brand Stereo Desserts untuk membuat rasa pisang. Kontribusi produk hasil kolaborasi terhadap omzet Zanana Chips memang tidak signifikan. Namun, dia mendapat brand awareness dari konsumen.

Gazan kini berupaya memperluas market ke luar negeri. Hingga kini, dia sudah mendapat pesanan dari Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Australia, Selandia Baru, Tiongkok, dan AS. Namun, konsumennya masih bersifat personal.

"Tahun depan kami ingin ekspor keripik pisang ke sana karena sudah ada permintaan dari buyer. Kami juga berencana membuka kafe yang menjual beragam olahan pisang," tutur Gazan.

Dia juga berupaya membenahi sektor hulu, yakni pasokan pisang. Dalam waktu lima tahun, Gazan menargetkan mempunyai pabrik dan perkebunan pisang sendiri. "Sekarang masih fokus ke hilirnya yang lebih cepat mendatangkan keuntungan," ujar suami Silma Syahiida tersebut.

sumber: Jawa Pos, Senin 5 Desember 2016

No comments:

Post a Comment