Wednesday 25 June 2014

Apa Yang Salah?

(foto: footyheadlines.com)

Menyaksikan pertandingan piala dunia antara Bosnia Herzegovina vs Nigeria serta kontra Iran pada Piala Dunia Tahun 2014 ini menimbulkan selintas pertanyaan di benak saya.
Bosnia Herzegovina.
Negara yang pada  pertengahan 90-an masih dililit oleh perang saudara, bangkit  luar biasa di kehidupan olahraganya (dalam hal ini sepak bola) dengan mampu menembus kualifikasi Piala Dunia 2014. Hanya butuh waktu kurang dari 20 tahun bagi Bosnia untuk bisa tampil di even sepakbola bergengsi sejagat ini. Walaupun kandas di babak penyisihan grup (setelah kalah 2-1 dengan Argentina, 1-0 dengan Nigeria, dan akhirnya menang 2-1 dari Iran), tidak bisa dipungkiri bahwa penampilan mereka sangat luar biasa, dan ini merupakan prestasi yang membanggakan bagi mereka.
Bagaimana dengan Indonesia? Usia kemerdekaan Indonesia sudah mencapai 69 tahun, tentu waktu yang cukup lama untuk dapat membangun kehidupan berolahraga masyarakatnya. Namun pada kenyataannya kita jauh tertinggal dari Bosnia. Peringkat tim nasional kita tidak pernah beranjak jauh dari ranking 150-an dunia.
Apa yang salah?
Salah manajerial?
Salah sistem?
Salah mental pemain?
Banyak menjadi rasan-rasan publik bahwa PSSI menjadi rebutan banyak kelompok bukan karena ingin memajukan persepakbolaan nasional tetapi lebih pada alasan politik, ekonomi, sampai alat pencitraan belaka. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan dalam penyelenggaraan kompetisi yang bias, tidak mempunyai konsep dan arah yang jelas, dan tidak ada jaminan bagi kesejahteraan atlet. Bila sudah demikian bagaimana bisa membangun mental pemain dengan baik? Baru sedikit terkenal sudah sibuk menikah dengan artis atau sosialita, sedikit berprestasi sudah sibuk dugem ke klab malam, sedikit diperebutkan klub sibuk mangkir latihan dan mengabaikan kebugaran fisik. Penyakit-penyakit kronis dalam dunia sepakbola kita ini yang banyak menjadi penghambat kemajuannya.
Setali tiga uang dengan cabang olahraga lain. Bidang olahraga dianggap sebagai dunia sampingan yang dikerjakan bila ada waktu. Padahal jika dikelola dengan baik bukan tidak mungkin bidang olahraga bisa menjadi sarana pembangkit ekonomi yang signifikan dengan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar sportifitas. 
Dibutuhkan komitmen dari berbagai pihak untuk lebih serius mengelola bidang olahraga. Kementerian Pemuda dan Olahraga mempunyai peran sentral dalam membina dan memfasilitasi cabang-cabang olahraga secara nasional. Urusan pengembangan di daerah dan pencarian bibit-bibit atlet serahkan pada Pemerintah Daerah. Penjaringan atlet usia dini merupakan cara yang efektif dalam pembinaan secara terfokus sejak awal. Jiwa dan iklim kompetisi yang sehat harus ditumbuhkan sejak usia kanak-kanak. Secara periodik dilaksanakan pekan olahraga dari segala cabang olahraga dan tingkatan usia, minimal satu tahun sekali, lebih baik lagi jika bisa lebih intens misalnya per semester atau bahkan triwulan. Dengan demikian bisa dijaring dan diukur bibit-bibit atlet yang bisa lebih dikembangkan kemampuannya. Selain itu pekan olahraga bisa menjadi sarana untuk menumbuhkan mental positif seperti displin, taat peraturan, setia kawan, dan lapang hati.

Jadi, apa yang salah?

No comments:

Post a Comment