Thursday 18 December 2014

Perlunya Sistem Ketahanan Air Bagi Indonesia

Catatan: Artikel yang dilansir dari www.kompas.com ini menjadi pembuka bagi artikel-artikel tentang lingkungan berikutnya yang akan menjadi label khusus dalam blog ini

(foto: rahmantraveler.blogspot.com)


Pada saat kemarau panjang melanda Indonesia, curah hujan rendah tercatat ada di Jawa, Bali, NTB, NTT, dan sebagian Sulawesi. Lantaran itulah, warga masyarakat mengeluhkan kekeringan.

Belum lagi, suhu udara panas memunculkan kembali titik-titik api di lahan gambut seperti di Sumatra. Kabut asap pun tak terelakkan.

Catatan itulah yang menjadi salah satu bagian dari diskusi terbatas di Jakarta soal kekeringan pada pekan lalu. Menurut Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, hematnya, kemarau panjang mengingatkan kembali masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan belajar kembali akan pentingnya sistem ketahanan air.

Dalam penjelasannya, pemerintah daerah dan pusat menggelar program jangka pendek mengatasi kekeringan itu. "Program itu adalah pengiriman air bersih ke daerah-daerah yang terkena kekurangan air dengan mobil-mobil tangki," katanya sembari menambahkan bahwa program itu merupakan kerja sama antara Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Badan  Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BNPBD).

Kendati demikian, program itu tak bisa menjadi andalan untuk menuntaskan masalah kekurangan air selama musim kemarau. "Cara terbaik adalah membangun sistem ketahanan air," imbuhnya.

Sistem ketahanan air tersebut tentunya punya kaitan dengan sistem ketahanan pangan dan ketahanan energi. Pembangunan ini, kata Hermanto adalah bagian dari program pemerintahan Presiden Joko Widodo yang bakal membangun puluhan waduk dan ratusan embung di seluruh Indonesia.

2015

Nantinya, pembangunan waduk dan embung bakal berjalan dengan pemeliharaan waduk dan embung sudah ada. Singkatnya, saat musim hujan, waduk dan embung itu bakal menjadi penampung air untuk mengurangi risiko banjir. Kemudian, air di waduk dan embung bisa menjadi sumber irigasi. Tak cuma itu, air tersebut bisa pula dijadikan sumber pembangkit listrik.

Waduk yang akan dibangun, lanjut Hermanto, sejatinya bukanlah waduk berkapasitas besar. Rerata waduk-waduk tersebut mampu menampung makismal 25 juta meter kubik air. Dana pembangunannya paling banyak Rp 900 juta.

Catatan Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan tahun depan akan ada pembangunan Waduk Kuil di Manado, Sulawesi Utara dan Waduk Logung di Kudus, Jawa Tengah. Pembangunan Waduk Kuil untuk mencegah banjir menghantam kota Manado. Air di waduk itu juga bakal bermanfaat memenuhi kebutuhan air warga Manado dan kawasan Ekonomi Khusus Bitung.

Pembangunan waduk, selanjutnya, memang terkait dengan pertanian. Menurut Hermanto, di Indonesia ada sekitar 7,2 juta hektare lahan pertanian. Tapi, baru 800 ribu hektare sawah yang mendapatkan pengairan dari waduk. "Sisanya masih mengharapkan air dari hujan dan sungai," tuturnya.

Sementara, untuk ketahanan energi, pemerintah juga akan membangun PLTA pada waduk-waduk yang sudah ada. Tercatat, waduk-waduk dimaksud adalah Karangkates, Kesamben, dan Lodoyo.

No comments:

Post a Comment