Tuesday 15 March 2016

Yuk Peduli Pada Produk Lokal

Meskipun banyak kebijakan Kementerian Perdagangan yang tidak saya setujui, namun kali ini saya setuju dengan pandangan mengenai penjualan barang impor super murah sebagaimana yang ditampilkan di www.detik.com berikut:


Di pasar-pasar pinggir jalan maupun pasar dadakan, kerap ditemukan barang-barang dengan harga terbilang sangat miring.

Umumnya, barang-barang tersebut dijual dalam satu paket seharga Rp 10.000, dengan isi 3 macam barang. Beberapa barang tersebut disinyalir berasal dari impor ilegal.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta masyarakat tidak membeli barang-barang dengan harga tak masuk akal tersebut. Selain sebagai cara efektif mengurangi barang impor, termasuk impor ilegal, hal itu juga dilakukan guna menghidupkan industri dalam negeri.

"Orang di pinggir jalan jual 3 barang kok hanya Rp 10.000. Berarti pedagang itu kulakan dari distributor harganya Rp 8.000, distributor belinya lagi dari mana importir Rp 6.000, importir belinya lagi dari produsen Rp 4.000," ungkap Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kemendag, Widodo, ditemui di kantornya, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Selasa (15/3/2016).

"Pertanyaannya, mana mungkin produsen di Indonesia bisa produksi 3 barang harganya hanya Rp 4.000? Artinya sudah pasti impor. Kalau saya lebih baik beli persatu produk harganya Rp 20.000 tapi diproduksi dalam negeri dengan kualitas bagus," tambahnya.

Terlepas barang tersebut ilegal atau bukan, Dia meminta masyarakat membeli barang buatan dalam negeri.

"Kalau Anda beli dalam negeri, itu menghidupkan industri dalam negeri, kalau hidup otomatis dia serap tenaga kerja. Siapa yang menikmati, ya anak-anak cucu kita," tuturnya.

Widodo menjelaskan, meski beberapa barang dengan harga tak masuk akal tersebut bisa jadi barang selundupan, pihaknya tak bisa begitu saja melakukan penertiban.

"Ada ancaman (penjara) 5 tahun atau denda Rp 2 miliar. Tapi itu kan yang jual PKL (pedagang kaki lima) atau masuk usaha mikro. Namanya juga tidak izin, jadi sulit. Nah, kita tertibkan , kaitannya dengan SNI kita bisa menyidik, tapi yang dijual kan obeng atau kuas, tidak perlu SNI itu, jadi bukan kita," tutupnya.
 

No comments:

Post a Comment